Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the rank-math domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/sentora/public_html/wp-includes/functions.php on line 6114

Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the updraftplus domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/sentora/public_html/wp-includes/functions.php on line 6114
Menjelajahi Ibadah Puasa Ramadhan di Jepang: 4 Fakta Unik tentang Puasa di Jepang

Menjelajahi Ibadah Puasa Ramadhan di Jepang: 4 Fakta Unik tentang Puasa di Jepang

Menjelajahi Ibadah Puasa Ramadhan di Jepang: 4 Fakta Unik tentang Puasa di Jepang

23 April 2023 - 18:30

Hello Kawan Sentora!

Puasa Ramadhan di Jepang sangat berbeda dari pada di negara-negara Muslim lainnya. Seperti yang kita ketahui, Jepang merupakan salah satu negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha atau Shinto. Namun, di Jepang, umat Muslim juga merayakan bulan suci Ramadhan dengan cara yang berbeda dari negara-negara lainnya.

Berikut adalah 4 fakta unik tentang ibadah puasa Ramadhan di Jepang:

a). Durasi puasa yang panjang.
Puasa di Jepang mencapai 17 jam per hari, karena waktu matahari terbit dan terbenam di Jepang lebih lama dibandingkan dengan negara-negara Muslim lainnya. Namun, warga Muslim Jepang tetap menjalankan ibadah puasa dengan tekun, meskipun cuaca di musim panas yang sangat panas dan lembap.

b). Waktu Sholat Umat Muslim di Jepang menyesuaikan waktu sholat dengan waktu matahari terbit dan terbenam di Jepang, yang berbeda dari negara-negara Muslim lainnya. Mereka juga mengumandangkan adzan dengan suara yang lebih rendah agar tidak mengganggu warga sekitar.

c). Tidak banyak Restoran Halal di Jepang.
Cukup sulit untuk menemukan restoran halal, sehingga warga Muslim harus memasak sendiri makanan mereka atau membeli makanan halal dari toko online. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi umat Muslim Jepang untuk tetap menjalankan puasa dan makan makanan yang halal.

Berikut adalah beberapa nama restoran halal di Jepang yang anda bisa datangi seperti Gyumon di Tokyo, Naritaya di Tokyo, Sumiyakiya Halal Grill di Tokyo dan Kebab Box di Tokyo.

Namun, tetap diingat bahwa tidak semua restoran halal di Jepang memiliki sertifikasi halal resmi, sehingga penting untuk tetap memastikan bahan-bahan yang digunakan halal sebelum membeli atau memakan makanan di restoran tersebut.

Selanjutnya, berikut adalah cerita pengalaman umat muslim yang tinggal di Jepang menjalani puasa di bulan Ramadhan.

Di Negeri Sakura, waktu untuk melaksanakan sahur mengalami perubahan seiring dengan bergantinya musim. Pada tahun ini, sahur dilaksanakan pada kisaran pukul 03.00, dikarenakan waktu imsak yang menandai awal berpuasa berada dalam rentang pukul 03.30 hingga 04.00. Namun, perlu dicatat bahwa waktu tersebut mungkin mengalami perbedaan tipis tergantung pada hari yang bersangkutan.

Terkait dengan masalah makanan, terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara umat Muslim asli Jepang, yakni mereka yang lahir dan tumbuh besar di Negeri Matahari Terbit tersebut, serta umat Muslim yang berasal dari kawasan Asia Tenggara.

Di wilayah Asia Tenggara, sahur umumnya dianggap sebagai santapan sarapan pagi, sehingga mayoritas penduduk memilih untuk menyantap nasi beserta lauk-pauk yang khas dari daerah setempat. Hal ini bertujuan untuk memperoleh energi yang cukup dan dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup panjang.

Sementara itu, umat Muslim Jepang dan mereka yang lahir serta tumbuh di Negeri Sakura lebih condong untuk mengonsumsi makanan yang mudah dicerna, seperti yogurt, pisang, atau roti bakar yang disajikan bersama telur. Mereka beranggapan bahwa mengonsumsi makanan yang berat di pagi hari justru akan menyebabkan perut terasa tidak nyaman. Adapun makanan tersebut umumnya dinikmati bersamaan dengan susu, smoothie, atau air mineral sebagai minuman pelengkap.

Setelah melaksanakan sahur, rutinitas yang dijalani oleh umat Muslim Jepang selanjutnya tak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh umat Muslim lainnya pada umumnya.

Walau berada dalam bulan suci Ramadhan, kegiatan bekerja serta proses belajar-mengajar di sekolah tetap berlangsung seperti umumnya. Muslim Jepang tetap bangun dan naik kereta sesuai kebiasaan sehari-hari.

Sementara itu, mereka yang bekerja dari rumah akan pastikan untuk mempersiapkan segala kebutuhan dengan baik sebelum memulai jam kerja, dan melanjutkan pekerjaan seperti biasa setelah itu. Tidak ada perubahan signifikan dalam rutinitas, kecuali tentunya menghindari konsumsi makanan dan minuman di siang hari.

Saat waktu istirahat makan siang tiba, Muslim Jepang cenderung memilih untuk beristirahat sebentar dengan tidur, dan kemudian kembali bersiap untuk melaksanakan tugas-tugas pekerjaan di sore hari.

Ketika saatnya berbuka puasa, kebanyakan dari Muslim jepang ini menikmati hidangan berbuka antara di tempat kerja atau di rumah.

Rutinitas iftar juga mirip dengan umat Muslim pada umumnya, karena mereka juga memilih makanan yang mudah untuk dicerna, seperti kurma dan buah-buahan dengan teh atau air mineral.

Juga, karena waktu buka puasa dan sholat sangat dekat, mereka segera melakukan sholat setelah buka puasa dan makan malam setelah itu.

Apabila berbuka puasa dilakukan di masjid, hidangan yang disajikan biasanya mencakup makanan pembuka dan makan malam sekaligus, seperti nasi briyani, kurma, buah-buahan, serta camilan lainnya.

Salah satu kebiasaan Muslim Jepang selama Ramadhan adalah senang membawa kurma saat bepergian, sehingga dapat berbuka puasa di mana pun kami berada.

Secara keseluruhan, hidup sebagai Muslim di Jepang mungkin memiliki tantangan tersendiri, tetapi dengan sikap terbuka, toleransi, dan ketekunan, umat Muslim dapat menjalankan kehidupan keagamaan mereka dengan tenang dan damai di negara ini.

Source:

Liputan6.com dari fooddiversity.today