
Pekerja asing di Jepang meningkat 11,5%
Menurut data kondisi pekerjaan asing di Prefektur Kagoshima yang diumumkan oleh Kantor Buruh Kagoshima pada 30 Januari, jumlah pekerja asing pada akhir Oktober 2022 adalah 9.900 orang atau meningkat 11,5% dibandingkan tahun sebelumnya. Ini merupakan jumlah tertinggi sejak pengajuan pada tahun 2007 menjadi wajib. Padahal, dua tahun sebelumnya peningkatan hanya mencapai 1 digit akibat pandemi COVID-19, namun pada Maret 2022 pembatasan mulai dicabut dan memberikan kesempatan lebar kepada para pekerja pelatihan magang teknis atau Jisshusei masuk ke Jepang, hal ini mempengaruhi peningkatan jumlah pekerja asing.
Status tinggal dengan jumlah tertinggi adalah "Program Pelatihan Magang Teknis" atau Jisshusei dengan jumlah 5.220 orang yang turun 5% dari tahun sebelumnya. Status tinggal untuk bidang "Tokutei Ginou" termasuk keahlian khusus meningkat 86,7% menjadi 2.584 orang. Berdasarkan industri, sektor kesehatan dan kesejahteraan dengan jumlah 767 orang menunjukkan peningkatan tertinggi, sebesar 70,1%.
Permintaan pekerja asing di Jepang akan semakin tinggi
Departemen Ketenagakerjaan Jepang juga menyatakan bahwa "perusahaan yang mencari pekerja dengan keahlian tertentu/Tokutei Ginou yang memenuhi berbagai syarat, seperti tes bahasa Jepang, semakin meningkat sebagai tenaga kerja yang siap digunakan. Selain itu, permintaan akan semakin tinggi pada industri yang merasa kurang tenaga kerja."
Baca juga: Survey Membuktikan 96,8% Orang Asing di Jepang Ingin Terus Bekerja di Jepang
Berkurangnya pekerja berkualitas di Vietnam
Jumlah perusahaan yang mempekerjakan orang asing meningkat sebanyak 10% menjadi 2048 perusahaan dibandingkan tahun sebelumnya. Negara asal terbanyak adalah Vietnam dengan jumlah 4601 orang (turun 4,4% dibandingkan tahun sebelumnya). Sementara itu, jumlah pekerja dari Indonesia sebesar 1250 orang (meningkat 150,5%) dan Myanmar 287 orang (meningkat 154%).
Menurut lembaga pengawas yang memfasilitasi penerimaan, karena kenaikan tingkat upah gaji, saat ini perekrutan sedang bergeser dari Vietnam ke Indonesia dan Myanmar karena sulit untuk mempekerjakan sumber daya manusia berkualitas di Vietnam.
Sumber: https://373news.com/